Sesungguhnya santri tercipta hanya khidmat kepada Mursyid, bukan kepada lainnya, baik itu Istri, anak, maupun keluarganya..Santri hanya wajib menghormatinya semata. Dan santri harus bisa memahami perjalanan seorang Mursyid jangan sampai mendahulukan akal semata namun akhirnya menjadi suatu Prokontra.
Sebab di zaman sekarang tidak ada seorang Murid, yang ada hanyalah Ala Hak Nabbihim. Semua ini terkait ketidak mampuan santri dalam menjamin perjalanan Mursyid secara istikomah (seminggu sekali)
Dalam makna ketasliman,,,santri kerap bangga bila sudah ditempatkan oleh ahlinya,,,namun tak sadar baginya bila perjalanan semacam ini hanyalah jebakan sementara. Sebab dalam makna perjalanan wajib mengetahui 3 tingkatan:
1- Apapun bentuk masalah yang tidak sampai di ketahui Mursyid, wajib di timbang secara kemaslahatan.
2- Sewaktu bukan ahlinya dalam peranan penting, kecuali berakhir dengan tercabutnya Rohmat oleh Mursyid.
3- Mendahulukan kepemimpinan karena suatu titah yang terlahir bukan dari Mursyid langsung, akan menjadikan dua dilema dikemudian hari, Maka pintar-pintarlah dalam menyikapinya.
Secara makna Thorekotul Ahwal,,,semua akan terlibat antara Qudrot dan fana' (ketengan yang diambil dan keresahan yang terlestari) siapapun akan dihadapkan dalam ujung tombak yang sulit dilepaskan, semua ini tergantung ke egoisan kita sendiri dalam menyikapinya. Apakah masih khidmat atas keberkahan Mursyid atau khidmat diluar sepengetahuan Mursyid?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar