Dalam kitab Hikam, Bahrul Maurud, Ihya'
Ulumuddin maupun Iqodzul Himam,,semua Waliyulloh sudah menuliskan secara jelas
tentang makna dan tanda ke Walian,,,,namun di era seperti sekarang ini, banyak
yang salah kaprah mengi'timadkan arti Wali itu sendiri: "Asal mereka
Habaib dan banyak pengikut, maka itu Waliyulloh" hal semacam ini sangat
salah kaprah. Wali,,,itu adalah masturl zaman, kecuali Qutub (Wali adalah orang
yang menutup ke Waliannya di akhir zaman seperti sekarang ini kecuali mereka
Maqom Qutub) dan tidak akan banyak santri maupun pengikut,,,kesehariannya tidak
pernah lepas untuk memikirkan orang lain (berbuat baik dengan mengangkat
derajat orang lain, seperti bersedekah, membuat tempat ibadah dan lain
sebagaianya) juga dalam setiap waktunya selalu bertafakkur dan memikirkan
segala tingkah lakunya, dari sifat pribadi sampai istikomahnya membaca asma'
Allah, dalam hati.
Tanda - tanda kewaliannya sudah sangat
tampak dari sifat tingkah laku, istikomah, kelembutan hati dan tidak pernah
ikut campur urusan duniawi, semua mereka lakukan dengan sifat berjalan apa
adanya. Bagi para Hamdalah,,mereka lebih condong memberi dan bukan diberi.
Berdagang dan bukan meminta. bagi maqom Jahrun., mereka lebih memntingkan sifat
menutup dan jarang bercampur dengan orang luar. Adapun maqom Abdal, mereka
lebih condong tirakat dan mengasingkan dirinya dari dunia luar.........Dari
istikomha semacam inilah Nuroniyyah atau lambbang ke Walian semakin tampak.
Seperti Jidat yang memancarkan cahaya berwujud bintang. Juga seperi jantungnya
yang kemilau seperti cahaya rembulan atau dadanya yang terpancar cahaya
Malakutiyyah. Dan lambang atau penglihatan semacam ini hanya Wali Ilal Wali,
yang memahaminya.
Juga dalam perwujudan keseharian,,mereka
lebih banyak cuwek dan lebih condong ke jalan maslahat, meninggalkan sifat yang
diharamkan dan menjauhi orang orang yang suka negrumpi (ahli maksiat) dalam
watak dan sifatnya,,selalu mementingkan kemaslahatan orang lain tanpa
memikirkan badannya sendiri. Paling punjul/menguasai, dibanding teman temannya,
paling lipat akalnya dibanding sekelilingnya dan paling mampu dalam menjalankan
segala hal yang bagi orang lain dianggap susah atau mustahil.
Secara nasabiyyah, kitab IQODZUL HIMAM,
menjelaskan sebagai berikut. Hampir 90% semua tanda kewalian terlahir dari
nasab keturunan Rosululloh SAW, dan hanya 4 orang saja dari keturunan ABU BAKR
SIDDIK, yang terpecah, menurunkan martabat ke Walian......dan selanjutnya
disebut UMUM...SEperti contoh, MBAH KUWU CAKRA BUANA dan SUNAN KALI JAGA,
mereka bukan terlahir dari nasab keturunan Kanjeng Rosululloh, melainkan Jaiz
dari sifat keturunan yang berbeda, seperti Mbah Kuwu, terlahir dari keturunan
Sanghyang, dan Sunan Kali Jaga, terlahir dari keturunan Abu Bakr Siddik.ADAKAH SUMBER CERITA DI ATAS ? ATAU HANYA KHAYALAN PENULISNYA ?